Mekkah ||Corongkita.com – Anggota Timwas Haji DPR Achmad memberikan sejumlah catatan terkait penyelenggaraan Haji tahun 2023 berdasarkan fakta yang ia temukan di Madinah maupun Makkah. Terakhir, ia melakukan kunjungan di pemondokkan jemaah haji asal Riau di Hotel 403, syisah, Mekkah. Ia bertemu dengan sejumlah jemaah haji asal Kota Dumai dan Kabupaten Kuantan Singingi .
Menurut mereka, saat menginap di Madinah, para jemaah harus menempati kamar yang isinya antara 8 hingga 12 orang. Kemudian, lanjut penuturan para jemaah, saat mau berangkat dari Madinah ke Makkah, mereka dipaksa keluar hotel, padahal jadwalnya masih satu hari lagi.
“Sehingga mereka tetap bertahan dan akhirnya sempat terjadi pertengkaran dengan petugas hotel,” ujar Achmad kepada Parlementaria, di Makkah, Minggu (2/7/2023).
Politisi F-Demokrat ini menambahkan permasalahan juga datang dari para petugas non kloter yang ada di Kota Madinah. Peliknya, mereka tidak bisa komunikasi dan tidak profesional. Saat tiba di Mekkah, bahkan koper-koper para jemaah haji malah ditumpuk-tumpuk dari berbagai daerah sehingga menyulitkan bagi mereka untuk mencarinya.
“Untuk penjemputan, jemaah haji asal Riau mengeluhkan sering terlambat, sehingga mereka tidak dapat melaksanakan salat wajib di Masjidil Haram. Padahal, menurut saya, itu adalah saat terpenting bagi mereka. Petugas-petugas non kloter itu juga kurang komunikasi, ini menyebabkan jemaah haji banyak yang tidak mengerti jadwal kegiatan-kegiatan yang ada di sana,” imbuh Achmad
Lebih lanjut, Legislator Dapil Riau I Achmad menyampaikan persoalan termasuk masalah pelayanan kesehatan, di mana kurangnya obat-obatan. Dari pengamatannya, banyak jemaah terkena penyakit batuk -batuk dan flu karena cuaca yang terik dan sangat panas. Bahkan, tambahnya, ada jemaah yang sakit dan tidak dapat pelayanan karena kebingungan kepada siapa harus melapor, terutama saat di Masjidil Haram.
“Untunglah di situ ada mobil ambulans yang sedang berhenti, sehingga mereka tertolong langsung dbawa ke rumah sakit. Sesampainya di Arafah, ternyata mereka banyak yang tidur di luar tenda karena sudah ditempati orang lain. Tenda yang seharusnya diisi 250 orang, tapi diisi 400 orang, jadilah mereka berhimpit-himpitan. Ada juga soal keterlambatan makanan saat mereka wukuf di Arafah dan Mina,” terang Achmad.
Kemudian, lanjut Anggota Komisi VIII DPR ini, saat di Muzdalifah mereka juga kedapatan terlambat dijemput oleh bus dan tidak ada kepastian kapan mereka akan dijemput ke Mina. Bahkan, menurutnya, tidak ada petugas non kloter, sehingga mereka kebingungan kapan akan dijemput. Setelah sampai di Mina, ternyata pelayanan jauh lebih buruk lagi.
“Begitu juga masalah kebersihan toilet dan airnya pun habis. Yang mereka rasakan selama di Mina kenyamanan mereka itu sangat-sangat terganggu. Karena tidur selama 3 hari di sana (Mina) itu mereka boleh dikatakan tidurnya seperti ikan sarden. Berdempetan antara kepala ketemu kaki, kaki ketemu kepala, ini juga yang mengganggu fisik mereka. Karena itulah makanya jemaah kita banyak yang meninggal di Mina karena fasilitas yang minim,” tuturnya.
Achmad berharap kejadian seperti ini agar tidak terulang di tahun-tahun ke depan. Sehingga, para jemaah ini, berharap akan ada perbaikan. “Cukuplah mereka saja yang mengalami, jangan sampai hal yang sama dialami juga oleh jemaah-jemaah kita di masa-masa yang akan datang. Itu harapan dari mereka,” tutupnya.
(Sumber : dpr.go.id)