Pati || Corongkita.com – Beroperasionalnya pasar hewan Wage di kecamatan Margorejo kab. Pati tentunya disamping untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bertransaksi hewan ternak (sapi, kerbau dan kambing) tentunya juga guna lebih bisa meningkatkan PADS kabupaten Pati sehingga dengan PADS yang meningkat akan lebih bisa dipergunakan untuk seluas-luasnya dalam memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat kabupaten Pati.
Namun hal itu sepertinya ibarat jauh panggang dari api, pasalnya apa yang disaksikan sendiri oleh Tim Media pada pada hari Rabu 3/4/23 di pasar hewan Wage sungguh mencengangkan. Kegiatan penarikan retribusi parkir kendaraan yang keluar dari dalam pasar hewan Wage dilakukan tanpa memberikan karcis parkir serta melibatkan “Orang tak dikenal” alias Orang liar yang sama sekali tidak jelas baik kapasitasnya serta legalitasnya.
Kegiatan penarikan uang parkir armada pengangkut hewan ternak dilakukan asal-asalan seperti orang memberikan “Salam Tempel” saja.
Kepala pasar hewan Wage – Ariwibowo sewaktu dikonfirmasi oleh Tim Media mengatakan hal itu sudah biasa ” Sudah biasa kok pak, soalnya mereka tidak mau diberi karcis” sanggah Ariwibowo enteng. Tim Media lantas menanyakan bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya jika penarikan retribusi itu tanpa karcis ? Bagaimana perhitungannya ? Apakah bisa dipastikan sesuai dengan kondisi real fakta sebab bisa saja jumlah kendaraan tidak sesuai dengan jumlah uang yang disetorkan ? Bukankah itu membuka celah lebar-lebar bagi perilaku pungli ? Mendengar pertanyaan yang demikian Ariwibowo tercenung sekejap dan menjawab ” Iya pak, benar itu pungli” sambil menganggukkan kepalanya.
Namun cepat-cepat Ariwibowo menimpali bahwa katanya hal itu sudah biasa sejak dulu begitu. Tim Media tentunya semakin keheranan mendapati jawaban dan sikap yang demikian dari seorang oknum ASN yang memegang jabatan sebagai kepala pasar hewan Wage. Lebih lanjut Ariwibowo menyampaikan permohonan agar hal ini jangan diekspose atau di beritakan, ” Saya berjanji nanti akan saya tindak pak” imbuhnya.
Kemudian sewaktu ditanyakan keberadaan orang orang yang tidak jelas ikut memungut uang parkir itu, Ari mengatakan bahwa mereka adalah warga desa setempat yang ikut menemani petugas dan pihaknya juga memberikan kontribusi kepada pihak desa. Namun ketika ditanyakan apakah sudah ada komitmen atau kesepakatan tertulis yang resmi sifatnya dengan pihak desa ? Ari menjawab “Belum pak, soalnya ya dari dulu begitu”.
Ini tentunya menjadi preseden yang tidak baik karena pandangan masyarakat adalah bahwa pihak petugas pasar melibatkan preman atau orang liar dalam mengutip pungutan sehingga lagi-lagi mengarah pada dugaan perbuatan pungli alias pungutan liar atau tidak resmi yang entah uangnya masuk kemana.
Sungguh sangat disayangkan dengan adanya fenomena tersebut karena hal itu jelas berdampak pada kerugian pendapatan yang masuk ke kas kabupaten Pati. Dugaan Terjadi kebocoran pada jumlah setoran parkir maupun retribusi yang ada dari pasar hewan wage sangat masiv dan berlangsung sudah cukup lama sebagaimana diutarakan sendiri oleh Ariwibowo selaku kepala pasarnya.
Pihak Dinas Perdagangan dan Perindustrian kab. Pati sepertinya tutup mata atas keadaan ini, ataukah sudah ada kondisi “Tahu sama Tahu” soal “Bagi-bagi Cuan” ?
Terkait hal ini Kadis Dagperin Pati belum bisa dikonfirmasi Oleh Tim Media.
Jajaran Sekda Kabupaten Pati mestinya harus segera turun tangan melakukan penertiban-penertiban di pasar hewan Wage atau bila perlu melakukan penindakan terhadap perilaku pungli tersebut untuk lebih bisa menyelamatkan aset dan keuangan yang harusnya disetorkan agar sesuai dengan keadaan real yang sebenarnya.
Pernyataan Bapak Presiden sebagaimana dikutip pada postingan laman Kementrian PAN RB pada 11 Oktober 2016 yang lalu sudah jelas dan tegas bahwa bagi para ASN yang terbukti melakukan pungli maka saksinya ada pecat atau PTDH.
Bedasarkan PP Nomor 94 Tahun 2021 pasal 5 huruf “g” yang berbunyi PNS dilarang melakukan pungutan diluar ketentuan” adapun pungutan diluar ketentuan tersebut antara lain termasuk pungli dan penggelapan dalam jabatan untuk kepentingan pribadi baik yang dilakukan sendiri ataupun bersama-sama yang dapat mengakibatkan kerugian pada negara.
Perbuatan tersebut juga sudah bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur pada UURI Nomor 3 Tahun 1999 jo UURI Nomor 22 Tahun 2001.
(red)