Pekanbaru || Corongkita.com – Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) menegaskan bahwa lonjakan jumlah pengungsi Rohingya di Pekanbaru bukan sekadar persoalan lokal, melainkan isu nasional yang membutuhkan penanganan lintas sektor.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam rapat koordinasi yang dipimpin oleh Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Kejahatan Transnasional dan Kejahatan Luar Biasa, Brigjen Pol. Adhi Satya Perkasa. Rapat turut dihadiri oleh Wakil Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, dan perwakilan kementerian/lembaga anggota Tim Penanganan Pengungsi Luar Negeri, serta organisasi internasional seperti International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).
Adhi mengungkapkan bahwa sebagian pengungsi diduga kuat menjadi korban jaringan penyelundupan manusia dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
“Beberapa pengungsi yang berhasil masuk ke Indonesia itu diduga kuat ulah sindikat penyelundup, dan pengungsi termasuk salah satu kelompok rentan menjadi korban dari TPPO. Oleh sebab itu, status para pengungsi ini adalah kedaruratan dan wajib diberikan pertolongan,” ungkapnya.
Usai rapat, tim gabungan melakukan peninjauan ke lokasi penampungan darurat di area samping Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pekanbaru. Saat ini, tercatat hampir 2.000 pengungsi berada di wilayah tersebut, menimbulkan berbagai tantangan sosial, kesehatan, dan keamanan.
Kemenko Polkam mendorong penguatan koordinasi antarinstansi serta kerja sama lebih erat dengan organisasi internasional dalam merespons krisis ini. Salah satu solusi jangka pendek yang dibahas adalah penempatan sementara pengungsi rentan di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa).
Adhi menjelaskan bahwa Indonesia berperan sebagai negara transit bagi para pengungsi, bukan negara tujuan akhir. Hal ini disebabkan karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, sehingga tidak memiliki kewajiban hukum untuk menetap permanenkan para pengungsi di wilayahnya.
“Oleh sebab itu pilihan arah kebijakan nasional kita yakni antara menerima sementara atau melakukan langkah-langkah push back yang tetap memperhatikan prinsip-prinsip kemanusiaan.,” jelasnya.