Jakarta || Corongkita.com – 11 Juli 2025, Presiden Prabowo Subianto tengah menyiapkan langkah diplomatik langsung untuk meredam dampak kebijakan tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap Indonesia. Rencana pertemuan antara Prabowo dan Presiden AS Donald Trump disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (11/7).
“Ada (rencana bertemu Trump), tapi saya belum bisa memastikan kapan,” ujar Prasetyo kepada wartawan. Menurutnya, agenda Presiden Prabowo saat ini masih disesuaikan dengan berbagai prioritas kenegaraan.
Meski demikian, Prasetyo menegaskan bahwa upaya negosiasi langsung dengan Trump merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk menyelamatkan kepentingan ekonomi nasional.
“Sebagai sebuah upaya tentu ada. Tapi belum dipastikan apakah akan ada pertemuan dengan Presiden Trump,” imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah Amerika Serikat secara resmi menetapkan tarif impor sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk asal Indonesia. Kebijakan ini pertama kali diumumkan Presiden Trump pada awal April 2025, dan hingga kini belum mengalami perubahan.
Lewat akun media sosial pribadinya, Presiden Trump juga mengonfirmasi bahwa tarif tersebut telah disampaikan langsung kepada Presiden Prabowo. “Indonesia akan dikenakan tarif sebesar 32%,” tulis Trump dalam unggahannya.
Merespons kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia telah mengirim delegasi ekonomi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ke Washington. Delegasi tersebut membawa sejumlah opsi kerja sama, termasuk peningkatan impor komoditas dari AS serta investasi strategis senilai USD 34 miliar, guna meredakan ketegangan dagang antara kedua negara.
Sementara itu, pelaku industri nasional—terutama sektor manufaktur, tekstil, dan agrikultur—mulai mengkhawatirkan dampak lanjutan dari tarif tersebut terhadap ekspor Indonesia ke pasar Amerika.
Pertemuan langsung antara Presiden Prabowo dan Trump dinilai akan menjadi titik krusial dalam menentukan arah hubungan dagang bilateral ke depan, sekaligus menjadi ujian diplomasi ekonomi pertama bagi pemerintahan baru Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo.
(Sumber : Update Nusantara)